Medan(MedanPunya) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumatera Utara (Sumut) mengkhawatirkan soal wacana Kantor Urusan Agama (KUA) menjadi tempat nikah semua agama membuat kegaduhan di tengah-tengah masyarakat. Kementerian Agama (Kemenag) dinilai penting melakukan dialog lintas agama dan membuat regulasi sebelum melemparkan wacana tersebut.
Hal itu disampaikan oleh Wakil Ketua MUI Sumut sekaligus juru bicara Ardiansyah. Pernikahan dalam Islam dinilai ibadah yang sakral.
“Pernikahan dalam Islam adalah ibadah yang sakral, dengan akad nikah dua insan dihalalkan dirinya untuk berhubungan. Oleh karena itu, syarat dan tatacaranya diatur sedemikian rupa,” kata Ardiansyah dikutip dari situs resmi MUI Sumut, Rabu (28/2).
Hal itu dianggap senapas dengan amanat UU Perkawinan Nomor 1 tahun 1974 yang menegaskan bahwa pernikahan dinyatakan sah jika dilaksanakan menurut ajaran agama. Sehingga wacana yang dilontarkan oleh Kemenag tersebut perlu dilakukan kajian lapangan.
“Adapun rencana yang dikemukakan Kemenag menjadikan KUA sebagai tempat nikah semua agama, kami menyarankan agar dilakukan terlebih dahulu kajian lapangannya,” ucapnya.
Dialog dengan berbagai pihak lintas agama juga penting dilakukan untuk mengetahui tentang wacana itu. Hal itu penting agar tidak menimbulkan kegaduhan di masyarakat.
“Menurutnya,berdialog dan meminta pandangan berbagai pihak lintas agama agar tidak menimbulkan kesemrawutan yang berujung kepada kegaduhan,” ujarnya.
Kemenag dinilai harusnya lebih fokus dalam penyelenggaraan haji tahun ini. Sebab jemaah haji Indonesia masih didominasi usia lanjut.
“Kami menyarankan agar fokus kemenag kepada penyelenggaraan haji tahun ini jauh lebih utama. Mengingat jamaah haji kita yang masih didominasi usia lanjut dan risti,” ungkapnya.
Demikian juga dengan potensi perbedaan awal Ramadan, agar segera disosialisasikan agar mengedukasi umat Islam. Bukan sekedar melaksanakan sidang istbat, kemudian hasilnya tetap dualisme yang tetap menjadikan polemik di tengah-tengah umat.
Selain itu Ardiansyah menuturkan, sumber daya insani di KUA sendiri serta regulasi dan pembiayaannya juga perlu dibuat terlebih dahulu untuk menghindari kebingungan pada pelaksanaannya. Apalagi wacana tersebut belum tentu dibutuhkan umat di luar Islam karena selama ini proses pernikahan berjalan lancar sesuai agama masing-masing.
“Semestinya, ide ini tidak dilontarkan begitu saja sebelum dirembukkan hanya untuk melayani kebutuhan minoritas. Yang dikhawatirkan saudara-saudara non muslim justeru belum membutuhkan hal ini. Mengingat pelaksanaan pernikahan mereka selama ini juga berjalan baik dan khidmat dengan tatacara agamanya masing-masing,” tutupnya.
Untuk diketahui, selama ini KUA berfungsi sebagai tempat pencatatan pernikahan umat Islam. Sedangkan pencatatan nikah agama lain dilakukan di Kantor Pencatatan Sipil.***dtc/mpc/bs