Jakarta(MedanPunya) Listrik di KPK sempat padam saat Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan sambutan dalam peringatan Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) 2020. Peristiwa itu disinggung Jokowi dengan mengatakan bila pemberantasan korupsi tidak boleh padam.
Namun hal itu dilihat lain oleh Indonesia Corruption Watch (ICW). Apa kata ICW?
“Pada hari ini, saat KPK memperingati Hakordia, Presiden Joko Widodo dalam sambutannya mengatakan, ‘meskipun listrik di KPK padam, tapi pemberantasan korupsi tidak boleh padam’. Untuk itu, ICW ingin mengingatkan bahwa salah satu pihak yang paling berjasa memadamkan harapan pemberantasan korupsi di Indonesia adalah presiden sendiri. Hal itu terlihat tatkala Presiden Joko Widodo meloloskan Pimpinan KPK yang sebelumnya terbukti melanggar kode etik, kemudian diikuti dengan perubahan UU KPK,” ucap peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangannya, Rabu (16/12).
ICW turut menyoroti mengenai pelanggaran kode etik Pimpinan KPK. Selain itu, ICW menyinggung soal masifnya pegawai KPK yang mengundurkan diri.
“Dampak buruk dari dua kejadian tersebut sudah terlihat. Pertama, salah satu pimpinan KPK yang diloloskan oleh Presiden, faktanya beberapa waktu lalu kembali terbukti melanggar kode etik karena menggunakan moda transportasi mewah. Kedua, legislasi yang digaung-gaungkan akan memperkuat KPK, namun kenyataannya justru memperburuk situasi internal lembaga antirasuah tersebut. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya gelombang massif pegawai KPK yang mengundurkan diri, jumlah penindakan merosot tajam, dan ketidakefisienan fungsi pengawasan melalui organ Dewan Pengawas. Bahkan, sejak Firli Bahuri dilantik dan UU KPK berlaku, setidaknya lima lembaga survei mengutarakan temuannya bahwa terdapat degradasi kepercayaan publik terhadap lembaga antirasuah tersebut,” ujarnya.
Arah politik hukum pemberantasan korupsi era Jokowi juga disebut ICW tidak jelas. Urgensi mengenai RUU Perampasan Aset, menurut ICW, malah tidak kunjung dibahas.
“Arah politik hukum pemberantasan korupsi di era Presiden Joko Widodo pun semakin tidak jelas. Legislasi berupa RUU Perampasan Aset yang harusnya menjadi fokus pemerintah tak kunjung dibahas. Padahal pemerintah berkali-kali mengutarakan terkait urgensi pemulihan aset akibat kerugian keuangan negara,” katanya.
“Maka dari itu, ICW sebenarnya sudah cukup bosan mendengar narasi kosong dari Presiden Joko Widodo terkait penguatan KPK dan keberpihakan terhadap pemberantasan korupsi. Sebab, faktanya, hal itu tidak pernah terjadi,” imbuhnya.
Jokowi memang sempat menyinggung perihal listrik padam itu dalam sambutannya secara virtual yang ditayangkan di KPK. Jokowi menekankan pentingnya pencegahan korupsi.
“Saya berharap dengan langkah-langkah yang sistematis, yang sistemik dari hulu sampai hilir kita bisa lebih efektif memberantas korupsi, lebih efektif memberantas kemiskinan dan mengurangi pengangguran dan menjadikan Indonesia negara maju yang kita cita-citakan, meskipun listrik di KPK padam tapi pemberantasan korupsi tidak boleh padam,” kata Jokowi seperti dilihat dari kanal YouTube Sekretariat Presiden.
Di sisi lain, kritik dari ICW ke Jokowi itu ditepis PDIP. Ketua DPP PDIP Hendrawan Supratikno mengatakan KPK saat ini justru lebih kuat.
“Setelah cukup lama, UU tentang KPK direvisi pada 2019, dari sistem satu organ (single board) menjadi dua organ (two boards), dengan memasukkan organ Dewan Pengawas. Pengamat menilai tata kelola baru tersebut akan melemahkan KPK. Ternyata yang terjadi sebaliknya, KPK menangkap dua menteri. Dua menteri tersebut berasal dari dan dinominasikan oleh parpol besar. Sistem dua organ ternyata membuat KPK lebih berani menyasar sasaran-sasaran besar. Sistem cek-ricek internal KPK membuat langkah yang dijalankan lebih solid. Evolusi berikutnya harus kita tunggu dengan sabar,” kata Hendrawan secara terpisah.
“Soal RUU Perampasan Aset dan sejumlah RUU lain untuk memperkuat ekosistem legislasi antikorupsi, menunggu penuntasan RUU KUHP. Kita berharap Komisi III DPR dan pemerintah dapat segera merampungkannya,” imbuhnya.***dtc/mpc/bs