Jika Manuver Tanpa Izin Jokowi, Moeldoko Dinilai Din Syamsuddin Layak Dipecat

Jakarta(MedanPunya) Anggota Presidium KAMI, Din Syamsuddin menyebut Moeldoko layak dipecat dari jabatannya sebagai Kepala Staf Kepresidenan.

Din berpendapat bahwa gerakan politik yang dilakukan Moeldoko dengan menjadi ketua umum versi kongres luar biasa (KLB) kontra kepemimpinan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono ( AHY), penting untuk diketahui apakah seizin Presiden Joko Widodo.

“Jika Presiden Joko Widodo mengizinkan atau memberi restu maka dapat dianggap Presiden telah mengintervensi sebuah partai politik dan merusak tatanan demokrasi,” kata Din.

Tapi sebaliknya, lanjut Din, jika Moeldoko tidak meminta izin dan gerakan politiknya tidak diketahui Presiden Jokowi, maka ia layak dipecat.

“Jika beliau (Jokowi) tidak pernah mengizinkan maka Jenderal (Purn) Moeldoko layak dipecat dari KSP karena merusak citra Presiden. Dan jika dia memimpin partai politik maka akan mengganggu pelaksanaan tugasnya sebagai KSP,” ucapnya.

Din menilai sikap yang harus ditunjukkan pemerintah adalah menolak KLB yang diadakan di Deli Serdang, Sumatera Utara tersebut.

Salah satu alasannya adalah karena KLB tersebut tidak berizin dan tidak sesuai dengan AD/ART Partai Demokrat.

“Maka yang tepat dan terbaik bagi pemerintah adalah menolak keputusan KLB tersebut. Jika pemerintah mengesahkan maka akan menjadi preseden buruk bagi pengembangan demokrasi Indonesia, dan menciptakan kegaduhan nasional,” kata Din.

Sebagai informasi, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menyebut pemerintah akan menyelesaikan konflik di tubuh Partai Demokrat dengan pendekatan hukum.

Pendekatan hukum baru bisa dilakukan ketika KLB kubu Kontra AHY melaporkan hasil kegiatannya kepda Kemenkumham.

“Untuk kasus KLB atau klaim KLB Partai Demokrat di Deli Serdang itu, pemerintah akan menyelesaikan berdasar hukum,” sebut Mahfud dalam keterangannya, Minggu (7/3).

Mahfud melanjutkan bahwa penyelesaian masalah di Partai Demokrat akan berpegang pada AD/ART Partai Demokrat di tahun 2020 yang diakui pemerintah.

Untuk mengakhiri konflik, Mahfud menjelaskan bahwa pemerintah akan melakukan dua skenario pendekatan hukum.

Pertama, penerapan Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik.

Kedua, pendekatan berdasarkan AD/ART yang tercatat terakhir diterima Kemenhumkan pada 2020.

Pemerintah menurut Mahfud juga masih mengakui AHY sebagai Ketum Partai Demokrat.

“Berdasar itu, maka juga yang menjadi ketua umum Partai Demokrat sampai saat ini adalah AHY,” kata Mahfud.***kps/mpc/bs

 

Berikan Komentar:
Exit mobile version