Pelaksanaan Demokrasi dan Toleransi Dinilai Jadi PR Presiden Jokowi

Jakarta(MedanPunya) Pengajar Komunikasi Politik Universitas Paramadina, Hendri Satrio, mengatakan pekerjaan rumah (PR) yang perlu diselesaikan Presiden Joko Widodo di periode keduanya ini adalah pelaksanaan demokrasi dan toleransi.

Sebab, menurut Hendri, pemerintahan Jokowi saat ini abai serta defensif terhadap suara kritis masyarakat.

“Kalau banyak presiden sebelum Pak Jokowi PR-nya adalah ekonomi, sekarang PR-nya Pak Jokowi adalah pelaksanaan demokrasi dan toleransi,” katanya, Selasa (20/10).

Dia mencontohkan pengesahan sejumlah undang-undang kontroversial dalam setahun pemerintahan Jokowi, yaitu UU Mineral dan Batu Bara, UU Mahkamah Konstitusi, dan UU Cipta Kerja.

Hendri berpendapat, presiden terlalu fokus mengejar target-target pemerintahan tanpa mempertimbangkan aspirasi publik.

“Memang ada prioritas yang dia kejar dan minim keterlibatan publik pun tidak apa-apa. Jadi yang paling penting kelihatannya ada beberapa hal yang dikejar untuk menelurkan legacy pada saat nanti lengser, dan itu sangat disayangkan,” ujar Hendri.

Ketiga UU tersebut dinilai Hendri dibahas dalam waktu relatif singkat. Selain itu, ketiga UU disahkan di saat penanganan pandemi Covid-19 belum menunjukkan tanda-tanda menggembirakan.

“Harusnya (pandemi Covid-19) menjadi hal yang utama, tapi ternyata kesehatan dan ekonomi menjadi hal utama dimanfaatkan juga untuk hal-hal lain yang sifatnya lebih urgen. Urgen versi pemerintah,” ucapnya.

Sikap defensif pemerintah pun ditunjukkan dengan cara para pejabat pemerintah merespons berbagai kritik yang disuarakan publik.

Misalnya, soal UU Cipta Kerja, pemerintah malah mempersilakan masyarakat mengajukan gugatan judicial review ke MK.

“Pemerintah alih-alih mendengarkan malah bilang bahwa, kalau nggak suka ke MK saja. Itu kan menurut saya defensif dan menghilangkan keinginan masyarakat untuk berdialog,” kata Hendri.

Hendri pun berharap Jokowi dapat lebih mendengarkan suara rakyat dalam menentukan kebijakan. Masih ada empat tahun lagi hingga akhir periode kedua Jokowi di 2024.

“Tidak masalah selama komunikasi publik di lapangan baik, dan kemudian ruang publik juga diadakan. Jadi lebih banyak mendengarkan,” tuturnya.***kps/mpc/bs

 

Berikan Komentar:
Exit mobile version