Jakarta(MedanPunya) Jumlah bakal calon anggota legislatif Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI semakin turun dari pemilu ke pemilu. Sebagai informasi, calon senator maju tanpa usungan partai politik, atau bersifat perseorangan.
Pada Pemilu 2024 nanti, hanya ada 668 caleg berebut 152 kursi DPD RI. Itu artinya, tingkat keketatannya hanya 4,4 caleg per kursi.
Jumlah itu jauh lebih rendah dibandingkan Pemilu 2014 dengan 945 caleg berebut 132 kursi DPD RI (7,16 caleg/kursi) dan 2019 dengan 807 caleg berebut 136 kursi senator (5,9 caleg/kursi).
Pengajar hukum kepemiluan Universitas Indonesia, Titi Anggraini, menegaskan bahwa hal tersebut bukan menggambarkan semakin tidak relevannya DPD RI.
Relevansi keberadaan suatu institusi, ujarnya, tidak bisa dihubungkan semata berdasar jumlah peminat yang mau maju untuk memperebutkan jabatan di institusi tersebut.
Namun, ada berbagai faktor yang memang ditengarai menjadi sebab merosotnya minat seseorang mencalonkan diri sebagai anggota DPD RI. Salah satunya, medan pertempuran yang lebih berat.
“Kursi DPD jauh lebih berat dan kompetitif untuk diperebutkan sebab setiap provinsi hanya ada 4 kursi yang tersedia, dengan cakupan daerah pemilihan mencakup seluruh wilayah provinsi,” kata Titi, Senin (6/11).
“Sedangkan kursi DPR jumlahnya jauh lebih banyak dan dapilnya pun mayoritas meliputi bagian-bagian dari provinsi,” lanjutnya.
Ia memberi ilustrasi, di Jawa Barat, seorang calon anggota DPD RI harus bertempur memenangkan mayoritas suara dari total 35.714.901 pemilih, hanya untuk berebut 4 kursi di Senayan.
Sementara itu, di saat yang sama, calon anggota DPR RI di Jawa Barat bertempur di daerah pemilihan (dapil) yang lebih kecil, serta terdapat total 91 kursi untuk diperebutkan.
Dapil Jawa Barat I, misalnya, hanya meliputi Bandung dan Cimahi dengan 7 kursi tersedia untuk diperebutkan. Atau, dapil Jawa Barat 6 yang hanya meliputi Kota Bekasi dan Depok dengan alokasi 6 kursi.
Ini menyebabkan pertempuran untuk kursi DPD RI lebih berat. Butuh biaya dan energi besar serta kerja-kerja pemenangan yang ekstra.
Padahal, secara konstruksi hukum, keberadaan DPD RI juga hingga saat ini tidak memberi banyak kontribusi untuk ketatanegaraan Indonesia.
Anggota DPD RI dari DKI Jakarta yang juga pakar hukum tata negara, Jimly Asshiddiqie, bahkan pernah mengusulkan pembubaran DPD RI.
“Tentu saja dengan konfigurasi tersebut, menjadi caleg DPD jauh lebih berat untuk memenangkan kursi,” ungkap Titi.
“Ditambah lagi, DPD kewenangannya tidak sekuat DPR. Bahkan banyak yang menyuarakan untuk pembubarannya karena tidak puas dengan kinerja, dampak, dan kontribusi DPD selama ini bagi kehidupan politik dan kenegaraan Indonesia. Hal itu antara lain yang juga berpengaruh menurunnya antusiasme publik untuk maju dalam kontestasi DPD,” jelasnya.***kps/mpc/bs