Jakarta(MedanPunya) Struktur organisasi KPK yang makin gemuk kini jadi sorotan. Anggota Komisi III DPR RI Benny Kabur Harman menganggap struktur baru ini adalah kebijakan tanpa visi yang jelas.
“Kebijakan itu tanpa visi yang jelas!” kata Benny kepada wartawan, Kamis (19/11)
Waketum Partai Demokrat (PD) ini menyindir tujuan dari penambahan posisi di lembaga antirasuah itu. Ia menilai menggemuknya struktur KPK lebih untuk membantu pemerintah mengatasi pengangguran.
“Gemuknya struktur KPK lebih untuk membantu pemerintah mengatasi pengangguran!,” tegas Benny.
Selain itu, Benny menilai saat ini KPK sudah kehilangan sifat luar biasa sebagai lembaga. Terlebih banyak pegawai KPK yang mengundurkan diri dari lembaga tersebut.
“KPK sekarang bukan lagi lembaga pemberantas korupsi yang bersifat luar biasa (bukan lagi extraordinary means) di era presiden Jokowi semenjak UU KPK hasil revisi melumpuhkan lembaga itu,” ujar Benny.
“Banyaknya pegawai KPK yang undur diri menunjukkan orang-orang idealis di lembaga itu frustrasi dan pilih mengabdi di tempat lain yang lebih membuka ruang bagi mereka untuk melakukan inovasi dan kreasi untuk membangun negeri,” sambungnya.
Lebih lanjut Benny menduga tidak akan ada lagi menteri yang diperiksa di lembaga antirasuah setelah hadir revisi UU KPK. Sebab, menurutnya, saat ini KPK sudah menjadi ‘lesu darah’.
“Pascarevisi UU KPK, saya perkirakan tidak akan ada lagi menteri aktif yang diperiksa KPK. Bukan karena korupsi tidak ada di kementerian-kementerian tapi karena KPK sekarang ‘lesu darah’. KPK kini telah menjadi menara gading,” tutur Benny.
Benny menilai keberadaan Dewan Pengawas KPK membuat pimpinan KPK tidak bebas bertindak. Ia menganalogikan pimpinan KPK saat ini seperti macan yang berada dalam terali besi.
“Kehadiran Dewas benar-benar membikin pimpinan KPK era baru seperti ‘macan’ dalam terali besi. Hanya bergerak dalam sangkarnya dan menyantap hanya makanan yang disiapkan penjaga kebun,” ungkap Benny.
Diberitakan sebelumnya, Indonesia Corruption Watch (ICW) menyoroti penambahan sejumlah posisi dalam struktur KPK. ICW menilai penambahan posisi dalam struktur KPK bertentangan dengan Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK).
Perubahan itu tertuang dalam Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi (Perkom) Nomor 7 Tahun 2020 tentang Organisasi dan Tata Kerja Komisi Pemberantasan Korupsi yang ditandatangani Ketua KPK Firli Bahuri pada 6 November 2020 dan diundangkan pada 11 November 2020.
“ICW beranggapan bahwa Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 7 Tahun 2020 (Perkom 7/2020) tentang Organisasi dan Tata Kerja KPK bertentangan dengan Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” kata peneliti dari ICW, Kurnia Ramadhana, kepada wartawan, Rabu (18/11)
Kurnia mengatakan bahwa Pasal 26 UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tidak direvisi dalam UU Nomor 19 Tahun 2019.
Hal itu tentu mengartikan bahwa bidang-bidang yang ada di KPK seharusnya masih seperti sedia kala, yakni Bidang Pencegahan, Bidang Penindakan, Bidang Informasi dan Data, dan Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat.
“Namun yang tertuang dalam Perkom Nomor 7 Tahun 2020 malah terdapat beberapa penambahan, seperti Bidang Pendidikan dan Peran serta Masyarakat, dan Bidang Koordinasi dan Supervisi. Ini sudah terang benderang bertentangan dengan UU KPK,” ujar Kurnia.***dtc/mpc/bs