Dugaan Korupsi di Tubuh KPK: Pegawai “Mark-Up” Uang Dinas dan Pungli di Rutan

Jakarta(MedanPunya) Dugaan tindak pidana korupsi terjadi di tubuh lembaga yang tugas utamanya menindak para koruptor, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Mulanya, kasus-kasus tersebut mencuat setelah lembaga antirasuah itu menjadi sorotan karena salah satu pegawai rutan berinisial M melecehkan istri tahanan tersangka korupsi.

Dari kasus itu, terungkap adanya dugaan transaksi mencapai Rp 4 miliar di Rutan KPK yang terindikasi suap, gratifikasi, dan pemerasan terhadap para tahanan.

Modus korupsi di tubuh KPK itu terjadi dalam banyak cara, termasuk pegawai KPK menggelembungkan uang dinas. Begitu juga adanya suap dalam bentuk pungutan liar (pungli) di rutan KPK.

Nominalnya pun tidak bisa dianggap kecil, mencapai puluhan hingga ratusan juta rupiah.

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menyampaikan, mark-up anggaran uang dinas yang dilakukan pegawai KPK berinisial NAR mencapai Rp 550 juta dalam setahun.

Jumlah itu bisa didapat karena modus NAR adalah memanipulasi dengan menambah orang yang melakukan perjalanan dinas. NAR juga diduga memanipulasi ongkos yang tercatat dalam kwitansi perjalanan dinas.

“Ada mark-up-mark-up, misalnya yang perjalanan dinasnya lima orang ditambah jadi enam,” kata Ghufron dalam diskusi “Badai di KPK, dari Korupsi, Pencabulan, hingga Perselingkuhan” di Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (13/7).

Diketahui, angka kerugian Rp 550 juta didapatkan berdasarkan perhitungan yang dilakukan inspektorat dengan kurun waktu tahun 2021-2022. Saat ini, kasusnya berada dalam tahap penyelidikan.

Terkait pungli, nominal yang disetorkan para tahanan kepada pegawai KPK di rutan berbeda-beda, mulai dari Rp 2 juta hingga puluhan juta rupiah.

Kasus ini diketahui usai KPK disorot karena dugaan pungli di rutan dengan nilai mencapai Rp 4 miliar per Desember 2021 hingga Maret 2023.

Transaksi diduga terkait penyelundupan uang dan alat komunikasi untuk tahanan kasus korupsi dan terindikasi suap, gratifikasi, serta pemerasan.

Saat itu, pimpinan KPK melakukan sidak dan menemukan banyak ponsel di atap rutan cabang Merah Putih. Ketika ditelusuri, pemilik ponsel itu sudah dipindahkan ke Jawa Timur.

Menurut pemilik ponsel, para tahanan bisa memegang telepon genggam dengan sejumlah bayaran.

“Kami rata-rata yang di sana pakai bayar,” tuturnya, menirukan pengakuan tahanan.

Adapun cara kerjanya, uang tidak langsung dikirim ke pegawai rutan KPK, tetapi melalui rekening di luar instansi KPK.

Lalu, uang yang masuk ke rekening penampung itu dikeluarkan lagi dan dimasukkan ke rekening pegawai KPK.

Berdasarkan informasi yang dihimpun lembaga antirasuah, uang pungli itu dibayarkan agar para tahanan bisa memegang ponsel, mendapatkan makanan dan minuman tambahan dari keluarga, dan memperoleh keringanan lainnya.

Keringanan lainnya bisa berupa tidak mendapat perintah untuk bersih-bersih, termasuk bersih-bersih kloset.

Selain dua skandal tersebut, KPK juga disorot karena adanya pegawai yang menjual informasi calon tersangka. Misalnya, siapa yang akan dipanggil oleh KPK, dan siapa yang akan ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut.

Namun, Ghufron tidak memerinci tahun berapa fenomena ini terjadi, pun tidak menjelaskan apakah peristiwanya telah diselesaikan.

Dugaan-dugaan penyimpangan dengan beragam cara ini, kata Ghufron, sudah dia dengar sejak sebelum menjabat di KPK.

“Entah pegawai atau kadang juga menjual informasi, ada seperti penunggang kuda yang menerima informasi, tapi kemudian diperjualbelikan,” tutur Ghufron.

Kendati demikian, Ghufron tidak sepakat berbagai persoalan itu disebut sebagai badai yang menerpa KPK di bawah kepemimpinan Firli Bahuri dan kawan-kawan.

Menurut Ghufron, berbagai persoalan di KPK sudah terjadi sejak sebelum pimpinan periode 2019-2024 menjabat.

“Tadi seakan-akan badai, bagi kami sebetulnya bukan badai. Kami menganggap ini natural saja,” ujar Ghufron.

Ghufron berdalih pernah mendengar terdapat pegawai KPK yang memperjualbelikan informasi penanganan perkara ke pihak luar. Di antara informasi itu adalah pihak-pihak yang akan dipanggil hingga siapa calon tersangka.

“Entah pegawai atau kadang juga menjual informasi, ada seperti penunggang kuda yang menerima informasi, tapi kemudian diperjualbelikan,” kata Ghufron.

Ghufron menjelaskan bahwa berbagai persoalan itu terungkap berkat kinerja Dewan Pengawas (Dewas) KPK. Oleh karena itu, pihaknya tidak memandang persoalan itu sebagai badai, tetapi momentum bersih-bersih KPK.

“Kalau Anda mengatakan ini badai, padahal kami ini sedang bersih-bersih dan menemukan kekotoran-kotorannya. Jadi, saya merayakan dari hasil-hasil kinerja Dewas ini,” ujar Ghufron.

Atas banyak kejadian yang mencuat itu, Ghufron mewakili KPK akhirnya menyampaikan permintaan maaf. Bahkan, dia mengaku kebobolan karena tindak pidana korupsi justru terjadi di lembaganya.

Permintaan maaf itu disampaikan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron saat dimintai tanggapan terkait berbagai korupsi hingga asusila yang terjadi di KPK dalam kurun 2019-2023.

“Saya mungkin atas nama pimpinan, mungkin juga atas nama lembaga menegaskan bahwa KPK meminta maaf kepada masyarakat Indonesia bahwa ternyata KPK juga kebobolan,” ucap Ghufron.

Karena kasus-kasus tersebut, pimpinan dan pegawai KPK bersepakat akan membangun sistem integritas kepegawaian secara institusional.***kps/mpc/bs

 

Berikan Komentar:
Exit mobile version