Medan(MedanPunya) Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyebut Polda Sumut labil dalam menangani perkara kerangkeng manusia milik Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Peranginangin.
Sebab, keterangan Polda Sumut dianggap tidak konsisten.
“Ya pertama, terkesan Polda Sumut labil. Sebelumnya mereka bilang akan ditahan, tapi kemudian berubah tidak ditahan,” kata Wakil Ketua Edwin Partogi, Senin (28/3).
Dikatakan, perubahan sikap itu menandakan ada sesuatu dibalik keputusan yang dilakukan oleh Polda Sumut.
Kedua, Polda Sumut semacam membuat standar ganda.
“Ya kalau yang di bawah lima tahun pidananya ditahan, padahal bisa tidak ditahan. Tapi ini sudah di atas lima tahun malah yang tidak ditahan,” ujarnya.
Menurutnya, tindakan Polda Sumut sangat merugikan para korban.
Karena akan terjadi setidaknya dua hal.
Yakni, dapat membuat pengancaman kepada para korban melalui keluarga atau yang lainnya.
Selain itu juga keterangan korban berpotensi dibeli.
“Supaya korban memberikan keterangan sesuai dengan apa yang menjadi keinginan pelaku. Bisa jadi nanti meringankan hukuman. Potensi itu jadi terbuka,” ucapnya.
“Ini mencederai citra Polri. Pertanyaannya apakah langkah itu dapat mencerminkan presisi Polri yang harus transparan, berkeadilan, serta lainnya,” tutupnya.
Sebelumnya diberitakan, Polda Sumut resmi menyatakan delapan tersangka terduga pelaku penganiayaan hingga menyebabkan kematian di kerangkeng Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin-angin tak ditahan.
Polisi menyebut para tersangka kooperatif selama pemeriksaan.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Sumut, Kombes Tatan Dirsan Atmaja menuturkan, mereka kooperatif selama pemeriksaan.
“Penyidik mempertimbangkan untuk tidak melakukan penahanan. Alasannya yang pertama ,pada saat pemanggilan kedelapan tersangka untuk interogasi awal bersama penasehat hukumnya mereka kooperatif,” kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Sumut, Kombes Tatan Dirsan Atmaja, Sabtu (26/3).
Adapun delapan tersangka kasus tewas tahanan dan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) kerangkeng Bupati Langkat adalah HS, IS, TS, RG, JS, DP, HG dan SP.
Terhadap tujuh tersangka berinisial HS, IS, TS, RG, JS, DP dan HG polisi menjerat dengan pasal 7 undang-undang RI No 21 tahun 2007 tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang dengan ancaman hukuman 15 tahun ditambah 1/3 ancaman pokok.
Namun terhadap SP dan TS polisi menjerat dengan pasal 2 undang-undang no 21 tahun 2007 dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.
“TPPO ada dua tersangka dan kemudian terkait dengan perkara 351 ayat 3 korban inisial AS ada 4 tersangka. Kemudian terkait korban 351 ayat 3 berinisial SG itu ada 2 tersangka,” ucapnya.***trb/mpc/bs