Jakarta(MedanPunya) Bank Indonesia (BI) akan mengumumkan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Mei 2022 pada hari ini, Selasa (24/5). Pengumuman kebijakan moneter ini bakal berdampak terhadap perekonomian nasional.
Tren kenaikan indeks harga konsumen (IHK) atau inflasi yang terjadi selama beberapa bulan terakhir akan menjadi pertimbangan BI dalam menentukan arah kebijakan suku bunga acuan BI 7 Day Reverse Repo Rate (BI7DRR).
Sebagaimana diketahui, bank sentral di berbagai negara telah menyesuaikan suku bunga acuannya, guna mengendalikan lonjakan inflasi yang terjadi.
Meskipun inflasi terus merangkak naik, bank sentral diproyeksi masih akan mempertahankan suku bunga acuannya di posisi terendah yakni 3,50 persen. Ini selaras dengan dukungan bank sentral dalam mendukung upaya pemulihan ekonomi nasional.
Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) FEB UI Teuku Riefky menilai, kebijakan moneter BI yang akomodatif masih diperlukan untuk menjaga momentum pemulihan ekonomi nasional yang masih berada pada fase awal.
Pasalnya, penyesuaian atau kenaikan suku bunga acuan berpotensi menghambat laju pemulihan ekonomi nasional. Kenaikan suku bunga acuan akan berimbas kepada meningkatnya biaya pembiayaan atau cost of fund.
“Kalau kemudian Bank Indonesia memutuskan untuk menaikkan tingkat suku bunga saat ini, saya rasa itu akan mengganggu proses pemulihan ekonomi,” kata Riefky, Selasa (24/5).
Terkait dengan inflasi, Riefky menilai, angkanya masih relatif terjaga. Berdasrkan data Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi sebesar 3,47 persen secara tahunan (year on year/yoy) pada April 2022, utamanya disumbangkan oleh harga bahan pangan dan barang bergejolak.
“Jadi walaupun inflasi terus naik, tapi kita melihat core inflation relatif stabil, jadi memang ini belum ada tekanan yang cukup besar untuk kemudian menaikan suku bunga per bulan ini,” tuturnya.
Senada, Chief Economist BRI Anton Hendranata menilai, inflasi yang terjadi di Indonesia relatif masih terjaga dibanding negara lain. Ia memberikan contoh Amerika Serikat yang telah mengalami inflasi sebesar 8,3 persen secara yoy.
Selain itu, upaya penekanan laju inflasi juga disebut sudah dilakukan oleh pemerintah. Ini salah satunya dilakukan dengan meningkatkan subsidi energi dan kompensasi BBM dan listrik.
“Kebijakan ini memberikan signal bahwa tekanan terhadap harga energi, harga BBM, dan tarif listrik sudah diminimaliasi oleh pemerintah,” kata Anton.
“Ini artinya tekanan inflasi Indonesia, seharusnya tidak sebesar negara yang memberlakukan harga pasar untuk harga energi, BBM, dan tarif listriknya,” tambah dia.
Oleh karenanya, sejalan dengan upaya pemerintah menekan laju inflasi, Anton bilang, ada baiknya BI mempertahankan suku bunga acuannya pada bulan ini, yaitu 3,50 persen.
“Saya kira ruang BI untuk menaikkan suku bunga acuannya, tidak perlu seagresif negara lain pada tahun ini,” ucap dia.***kps/mpc/bs