Jakarta(MedanPunya) Indonesia Police Watch (IPW) menyampaikan bahwa internal Polri tidak menghendaki jika mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo mendapatkan vonis hukuman maksimal dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat.
Hal ini disampaikan Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso.
“Di dalam yang saya dengar, internal (Polri) tidak menghendaki Sambo itu juga mendapatkan hukuman maksimal,” ujar Sugeng.
Sebab, menurut Sugeng, jika Sambo mendapat hukuman maksimal maka ia dapat membuka sumber daya informasi atau kebobrokan anggota Polri lainnya.
Salah satunya, ia mencontohkan soal Laporan Hasil Penyelidikan (LHP) Divisi Propam Polri terkait dugaan kasus suap tambang batu bara ilegal di Kalimantan Timur (Kaltim) yang terkait anggota Polres Samarinda, Kalimantan Timur, Ismail Bolong.
“Kalau misalnya terjadi dia mendapatkan hukuman maksimal dan merasa dia ‘ditinggalkan”, dia bisa kemudian kecewa, kemudian dia bisa membuka sumber daya informasi yang dia miliki,” ucapnya.
Lebih lanjut, ia juga mencium ada hal yang mencurigakan terkait pernyataan Ferdy Sambo terkait LHP tersebut.
Menurut Sugeng, di awal persidangan Ferdy Sambo dan terdakwa obstruction of justice penyidikan pembunuhan berencana Yosua, Hendra membenarkan soal adanya LHP soal kasus tambang ilegal itu.
Namun, beberapa waktu setelahnya, Sambo dan Hendra mengaku sudah tidak berwenang terkait LHP itu.
“Kalau dalam analisis saya itu, itu pernyataan tidak berwenang saya rasa ada pembicaraan supaya Anda tidak bicara lagi gitu. Atau dia memberi sinyal,” kata Sugeng.
Apalagi, ia mengatakan bahwa keterangan Sambo dan Hendra terkait LHP tersebut sudah masuk kategori sebagai dua alat bukti sehingga Sugeng menilai ada kemungkinan terjadi negosiasi terkait hal itu.
“Betul (menjadi bagian negosiasi terkait vonis),” kata Sugeng.
Diketahui, Ferdy Sambo dan empat terdakwa kasus dugaan pembunuhan berencana Yosua telah menjalani sidang tuntutan.
Kelima terdakwa dinilai jaksa terbukti bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan terhadap Yosua yang direncanakan terlebih dahulu sebagaimana diatur dan diancam dalam dakwaan Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP.
Terdakwa Kuat Ma’ruf, Bripka Ricky Rizal atau Bripka RR, dan Putri Candrawarthi dituntut pidana penjara 8 tahun.
Terdakwa Ferdy Sambo dituntut hukuman pidana penjara seumur hidup dan terdakwa Richard Eliezer atau Bharada E dituntut pidana penjara 12 tahun.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan menegaskan, kasus pembunuhan berencana Brigadir J sudah di luar wewenang Polri.
Sehingga, ia menyatakan pihaknya tak ada lagi sangkut pautnya apalagi ada kaitan dengan isu gerakan bawah tanah yang disebut-sebut oleh Menkopolhukam Mahfud MD.
“Saya rasa tahap itu sudah bukan proses penyidikan lagi, bukan ranah tugas Polri lagi, karena tugas Polri sudah lewat dan saat ini proses ada di pengadilan,” kata Ramadhan di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (25/1).
Ramadhan pun menekankan kasus tersebut tidak ada lagi kaitannya dengan penyidik Polri.
“Saya rasa kita sudah lewati tahap penyidikan, bukan merupakan kewenangan dari penyidik Polri lagi,” tekannya.***kps/mpc/bs