Medan(MedanPunya) AKBP Achiruddin mengajukan banding atas putusan majelis etik yang menjatuhkan pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) kepadanya. Memori banding tersebut saat ini masih disusun.
“Masih dibuat (memori),” kata Kabid Propam Polda Sumut, Kombes Dudung Adijono, Jumat (5/5).
Dudung menyebut ada waktu selama 14 hari untuk membuat memori banding tersebut. Setelah selesai, memori banding itu akan diserahkan kepada Bidang Hukum (Bidkum) Polda Sumut.
Setelah itu, Bidkum akan mengajukan berkas tersebut ke Propam Mabes Polri.
“Nanti yang ngajukan dari Bidkum, kan Bidkum sebagai pengacaranya, advokatnya Bidkum. Nanti Bidkum yang meneruskan ke Propam Mabes,” jelasnya.
Sebelumnya, AKBP Achiruddin menjalani sidang kode etik buntut dari penganiayaan yang dilakukan anaknya, Aditya Hasibuan. Hasilnya mantan Kabag Bin Ops Ditnarkoba itu dijatuhi sanksi PTDH dari institusi Polri.
“Berdasarkan pertimbangan, komisi sidang sudah memutuskan perilaku melanggar kode etik profesi Polri. Sehingga majelis komisi etik memutuskan untuk dilakukan PTDH,” ujar Kapolda Sumut, Irjen RZ Panca Putra Simanjuntak, Selasa (2/5) malam.
Panca menyebut AKBP Achiruddin terbukti melanggar kode etik karena membiarkan anaknya, Aditya Hasibuan menganiaya Ken Admiral. Dia terbukti melanggar Pasal 5, Pasal 8, Pasal 12 dan Pasal 13 sebagaimana tertera dalam Perpol No 7 Tahun 2022.
“Perbuatan saudara AH melanggar etika kepribadian yang pertama, yang kedua etika kelembagaan, dan etika kemasyarakatan. Tiga etika itu dilanggar, sehingga majelis kode etik memutuskan saudara AH untuk dilakukan pemberhentian dengan tidak hormat,” sebutnya.
Jenderal bintang dua itu mengatakan hal yang memberatkan putusan tersebut, karena Achiruddin membiarkan penganiayaan itu terjadi. Padahal, saat kejadian, Achiruddin berada di lokasi tersebut.
“Tentu di sana ada dasar yang memberatkan, sebagai seorang anggota polri, tidak selayaknya dia membiarkan kejadian itu terjadi, itu yang utamanya,” ujarnya.
Panca mengatakan sebagai seorang anggota Polri, AKBP Achiruddin seharusnya tidak membiarkan penganiayaan itu terjadi. Achiruddin harusnya melerai dan menyelesaikan permasalahan tersebut.
“Dia seharusnya harus bisa menyelesaikan dan mampu melerai kejadian tersebut. Namun, berdasarkan hasil sidang, majelis etik melihat tidak dilakukan yang seharusnya dan sepantasnya dilakukan,” kata Panca.
Sebelum dipecat, Achiruddin tercatat pernah melanggar disiplin Polri sebanyak empat kali. Hal itu jugalah yang membuat majelis sidang memutuskan untuk memecat Achiruddin.
“Sudah empat kali pelanggaran disiplin dan satu kali pelanggaran kode etik, itu yang memberatkan kami melakukan PTDH kepada yang bersangkutan,” kata Kombes Dudung Adijono.
Dudung sendiri tidak memerinci secara jelas apa saja pelanggaran disiplin yang telah dilakukan oleh AKBP Achiruddin itu. Namun, dia mengaku pelanggaran itu pernah dilakukan Achiruddin pada tahun 2017 dan 2018.
“Mungkin nanti jelasnya akan kita sampaikan, ada 2017, ada 2018, terakhir ini sekarang (penganiayaan). Sudah lima kali. Termasuk itu (penganiayaan tukang parkir), walaupun sudah damai, tapi itukan sudah berulang kali melakukan pelanggaran disiplin,” jelasnya.***dtc/mpc/bs