Jakarta(MedanPunya) Polri menjamin Pam Swakarsa era kini bukanlah seperti Pam Swakarsa yang dulu, meskipun namanya sama. Ngomong-ngomong soal Pam Swakarsa era 1998, kelompok pro-pemerintahan Presiden BJ Habibie itu ditolak oleh banyak tokoh politik.
Pada momen itulah nama-nama besar, seperti Megawati Soekarnoputri dan Amien Rais, kompak seia sekata. Kesepakatan mereka tertuang di Ciganjur.
Saat itu, 10 November 1998, Sidang Istimewa MPR digelar. Presiden BJ Habibie dan anggota parlemen membahas pemilu selanjutnya serta agenda pemerintahan.
Di luar kompleks parlemen, mahasiswa dan kelompok pro-demokrasi masih berdemonstrasi. Mereka mendapat perlawanan dari Pam Swakarsa, yakni kelompok sipil yang mendukung Presiden BJ Habibie serta mengamankan jalannya Sidang Istimewa MPR kala itu. Bentrokan Pam Swakarsa versus demonstran tak terhindarkan di era awal reformasi itu.
Lewat buku ‘Bersaksi di Tengah Badai’, Wiranto bercerita soal peristiwa politik kala itu. Wiranto saat itu adalah Menteri Pertahanan dan Keamanan-Panglima ABRI (Menhankam-Pangab).
Peristiwa politik itu adalah Deklarasi Ciganjur. Pada 10 November 1998, empat tokoh inti bertemu, yakni Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Amien Rais, Megawati, dan Sri Sultan Hamengkubuwono X. Ada pula tokoh-tokoh lain. Semuanya berkumpul di kediaman Gus Dur, di Ciganjur, Jakarta Selatan.
“Saya sangat menyadari bahwa para tokoh yang berkumpul di Ciganjur itu sudah dianggap sebagai representasi dari beberapa kelompok besar masyarakat kita, sehingga dapat dikatakan sebagai kepemimpinan de facto pada saat itu yang memiliki pengaruh kuat di komunitas pendukungnya,” kata Wiranto dalam buku itu.
Wiranto tidak bisa hadir karena acara itu bertepatan dengan Sidang Istimewa MPR. Namun Wiranto mengaku memerintahkan anak buahnya memastikan keamanan pertemuan di Ciganjur itu.
Sebagaimana ditulis Ngatawi Al Zastrouw dalam buku ‘Gus Dur, Siapa Sih Sampeyan?’, Deklarasi Ciganjur adalah hasil dari forum dialog yang digagas Forum Komunikasi Senat Mahasiswa se-Jakarta (FKSMJ), Keluarga Mahasiswa ITB, dan Forum Komunikasi Mahasiswa Universitas Siliwangi. Dia menyebut acara di Ciganjur itu sebagai Sidang Istimewa Tandingan karena waktunya bersamaan dengan Sidang Istimewa MPR.
Deklarasi Ciganjur berisi desakan untuk segera digelarnya pemilu yang jujur dan adil untuk mengakhiri pemerintahan Presiden BJ Habibie. Selambat-lambatnya tiga bulan setelah Mei 1999, pemerintahan baru sudah harus terbentuk.
Deklarasi Ciganjur juga mendesak penghapusan dwifungsi ABRI secara bertahap, paling lama enam tahun dari tanggal Deklarasi Ciganjur. Gus Dur, Megawati, Amien Rais, dan Sultan juga mendorong pengusutan harta kekayaan Soeharto dan kroni-kroninya sesuai prosedur hukum. Juga, mereka menolak Pam Swakarsa.
“Mendesak seluruh pengamanan PAM Swakarsa Sidang Istimewa MPR 1998 untuk segera membubarkan diri saat ini juga kembali ke rumah masing-masing agar tidak memperkeruh keadaan,” demikian bunyi salah satu poin Deklarasi Ciganjur.
Gus Dur, Amien Rais, Sultan, dan Megawati menandatangani Deklarasi Ciganjur.
Pam Swakarsa era dulu dikenal sebagai kelompok sipil yang pro-pemerintahan Presiden BJ Habibie dan mengamankan Sidang Istimewa MPR pada 10-13 November 1998. Selain itu, Pam Swakarsa di berbagai daerah hingga Timor Timur juga ada, intinya menjadi kelompok sipil pendukung pemerintah. Pam Swakarsa dulu sering bentrok dengan mahasiswa demonstran dan kelompok pro-demokrasi.
Kini, Peraturan Kapolri Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pam Swakarsa telah terbit. Polri menjamin Pam Swakarsa sekarang bukanlah Pam Swakarsa yang dulu pernah ada.
“Ingat, itu kasus (1998) ormas (organisasi masyarakat), bukan Pam Swakarsa. Pam Swarkarsa beda, bukan ormas. PAM Swarkarsa itu satpam-satpam yang melakukan pengamanan-pengamanan di kantor-kantor dan pengamanan di rumah, termasuk tadi, kearifan lokal,” kata Awi, di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Rabu (16/9).***dtc/mpc/bs