Jakarta (MedanPunya) Dampak pandemi COVID-19 telah menghancurkan bisnis maskapai penerbangan. Kini dampak dari merebaknya virus Corona menyebar ke perusahaan-perusahaan yang terkait dengan mereka, sehingga mengancam tenaga kerja di sektor tersebut.
Menurut Air Transport Action Group yang berbasis di Jenewa, sekitar 1,2 juta orang di seluruh dunia bekerja di ruang angkasa sipil, termasuk insinyur, perancang pesawat terbang, dan pekerja pabrik. Lalu 9 juta lainnya bekerja untuk maskapai, bandara, dan penyedia layanan navigasi udara.
Banyak pekerja di sektor tersebut berisiko karena industri penerbangan global mengalami penurunan terburuk dalam sejarahnya.
Permintaan konsumen untuk penerbangan anjlok selama pandemi karena larangan perjalanan dan penutupan akses, dan itu diperkirakan tidak akan sepenuhnya pulih selama beberapa tahun ke depan setelah larangan dicabut.
Maskapai-maskapai yang kekurangan uang telah merespons dengan membatalkan atau menunda pesanan untuk ratusan pesawat baru, membuat Airbus (EADSF) dan Boeing (BA) mengurangi produksi dan ribuan pekerja.
Kondisi itu akan menurunkan pesanan terhadap mesin, roda, rem, sistem komputer dan komponen pesawat lainnya, yang ujungnya akan berdampak negatif ke perusahaan-perusahaan penyedia produk tersebut, misalnya seperti GE Aviation dan Rolls-Royce (RYCEF).
Pada gilirannya itu akan menyebabkan ribuan usaha kecil berada dalam risiko kehancuran.
“Semuanya tergantung pada orang yang terbang. Itulah pendorong bagi seluruh ekosistem,” kata CEO Asosiasi Industri Dirgantara AS, Eric Fanning.
Boeing, misalnya, terhubung dengan lebih dari 12.000 perusahaan dalam rantai pasoknya yang tersebar di 50 negara bagian AS dan 58 negara lain di luar Amerika.
Salah satu pemasok yang terkait dengan Boeing misalnya, pembuat mesin pesawat terbang Inggris, Rolls-Royce, yang berpotensi mengurangi jumlah karyawannya sebanyak 9.000 orang karena menyesuaikan permintaan. Perusahaan mengatakan pada hari Rabu bahwa mereka berencana untuk mengurangi lebih dari 3.000 pekerja di Inggris.
Berdasarkan diskusi dengan karyawan yang sudah berlangsung, ADS, asosiasi industri kedirgantaraan Inggris, memperkirakan bahwa 25.000 pekerja dirgantara sipil di Inggris tengah terancam.***dtc/mpc/bs