Langkat(MedanPunya) Pembongkar kecurangan seleksi PPPK guru di Kabupaten Langkat tahun anggaran 2023, membuat pengaduan atau laporan secara langsung ke Komnas HAM dan Komnas Perempuan.
Pengaduan itu dibuat oleh Meilisya Ramadhani. Hal ini dilakukan Meilisya guna mendapatkan keadilan dan kedepannya tidak ada lagi guru-guru yang berjuang diintimidasi dan dikriminalisasi.
Diketahui sebelumnya Meilisya Ramadhani dilaporkan ke Polres Langkat oleh Kuasa Hukum Kadis Pendidikan Langkat, atas dugaan tidak pidana pemalsuan sebagaimana berdasarkan Surat Tanda Penerimaan Laporan Nomor : STTLP/B/502/IX/2024/SPKT/POLRES LANGKAT/POLDA SUMATERA UTARA, tertanggal 24 September 2024.
Diketahui kuasa hukum itu juga merupakan kuasa hukum dari Pemerintah Kabupaten Langkat (Pemkab) Langkat (Tergugat) dalam sengketa TUN Nomor: 30/G/2024/PTUN.MDN yang diajukan ratusan guru honorer (Penggugat) dan saat ini sedang berproses di PTUN.
Meilisya dilaporkan ke Polres Langkat lebih kurang sepekan setelah penetapan Kepala Dinas (Kadis) Pendidikan Langkat, Saiful Abdi, Kepala BKD, Eka Depari, dan Kasi Kesiswaan SD Disdik Langkat, Alexander ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Sumut.
Atau tepat dua hari sebelum putusan PTUN Medan tanggal 26 September 2024.
Parahnya, dugaan kriminalisasi yang coba dilakukan kuasa hukum Kadis pendidikan tersebut, dapat dilihat secara terang benderang cetho welo-welo.
Di mana ketika dalam laporannya menyebutkan atau menuliskan yang menjadi korban adalah Negara Republik Indonesia.
LBH Medan selaku kuasa hukum Meilisya membenarkan jika Meilisya sempat ikut seleksi PPPK Langkat tahun 2023 dan dinyatakan lulus.
Kemudian Meilisya mengundurkan diri dikarenakan mengikuti kontestasi politik yang didaftarkan oleh partai PKS.
Pengunduran diri tersebut diamini oleh Plt Bupati pada waktu itu. Secara hukum sebagaimana berdasarkan Pengumuman Nomor:810-407/BKD/2024 Tentang Pembatalan Kelulusan Pelamar PPPK Formasi Tahun 2023 Di Lingkungan Pemerintahan Kabupaten Langkat tertanggal 19 Februari 2024, dengan berdasarkan adanya surat pengunduran diri Meilisya tertanggal 26 Desember 2024.
“Pelapor bukan ASN atau perwakilan dari pemerintah Kabupaten Langkat tetapi mengatakan korbannya Negara. Parahnya bukti yang diajukan diduga dengan cara membobol data pribadi Meilisya. Hal tersebut terlihat ketika surat pernyataan tersebut hanya bisa di lihat oleh Meilisya dan panselda atau BKD. Tetapi bisa ada dengan Pelapor,” ujar Direktur LBH Medan, Irvan Syahputra, Selasa (22/10).
Lanjut Irvan, maka hal ini jelas menguatkan adanya upaya kriminalisasi terhadap Meilisya, dan tindakan tersebut juga telah bertentangan dengan UU Nomor 27 Tahun 2022 tentang pelindungan data pribadi.
“LBH Medan menilai jika pelaporan terhadap Meilisya adalah bentuk nyata kriminalisasi dan intmidasi terhadap para guru yang terus menyuarakan kecurangan dan dugaan tindak pidana korupsi dalam seleksi PPPK Langkat,” ujar Irvan.
Oleh karena itu patut secara hukum, Meilisya membuat pengaduan atau laporan ke Komnas HAM dan Komnas Perempuan guna mendapatkan keadilan.
LBH Medan juga mendesak Polda Sumut untuk segara menahan ke-5 Tersangka.
Bahwa upaya kriminalisasi sesunguhnya telah bertentangan dengan UUD 1945, UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, ICCPR dan Duham.***trb/mpc/bs