Jakarta(MedanPunya) Presiden Prancis Emmanuel Macron menyebut Islam sebagai agama yang sedang mengalami krisis di dunia saat ini. Pernyataan itu dinilai bisa berbalik dan merugikan negara Prancis.
Dalam pernyataannya, Macron menyebut pemerintah Prancis tengah mengajukan RUU yang mengizinkan orang-orang untuk menganut agama dan keyakinan apa pun yang mereka pilih, tapi menampilkan afiliasi agama di luar dalam keadaan apa pun tidak diizinkan di sekolah atau layanan publik.
Pengamat hubungan internasional dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Teuku Rezasyah menilai Macron perlu menjelaskan kembali pernyataannya itu. Pernyataan Macron itu, menurutnya, masih menimbulkan tanda tanya apakah aturan dalam RUU itu hanya ditujukan untuk umat Islam di Prancis.
“Di sinilah perlunya negosiasi ya, karena kalau aturan ini diterapkan secara keras, berarti lambang-lambang salib juga nggak boleh, kan. Terus lambang-lambang Yahudi juga nggak boleh. Terus apakah ini dimaksud pelarangan itu khusus untuk Islam saja? Karena agama di luar Islam juga punya simbol-simbol sendiri,” kata Reza kepada wartawan, Sabtu (3/10).
Jika Macron tidak memberikan klarifikasi, pernyataannya itu dinilai akan berbalik merugikan Prancis. Umat Islam di seluruh dunia, menurut Reza, bisa marah dan memboikot produk-produk dari Prancis.
“Jadi, kalau Macron tidak memberikan klarifikasi, dia akan dianggap sebagai anti-Islam. Kalau sudah begini, sangat berbahaya sekali bagi reputasi global Prancis, misalnya bisa saja negara-negara yang mayoritas penduduknya Islam diam, tapi masyarakatnya memboikot produk Prancis,” ujar Rezasyah.
“Kemudian juga masyarakat negara berkembang sekarang masih tenang-tenang saja kan, tapi bisa saja mereka nanti mengganggu gugat kepemimpinan Prancis di DK (Dewan Keamanan) PBB,” imbuhnya.
Di sisi lain, Rezasyah mengatakan memahami ‘strategi’ yang tengah dimainkan oleh Macron untuk mendulang suara pada pemilu. Rezasyah menyinggung reaksi keras dari umat Islam di Prancis saat munculnya kasus pembuat karikatur Nabi Muhammad Charlie Hebdo.
“Dalam hal ini saya bisa mengerti karena saat ini ya Prancis itu gampang sekali digoyang dengan isu, bentar-bentar menggambarkan Islam secara tidak benar. Kemudian begitu muncul isu Charlie Hebdo, kemudian kelompok-kelompok garis keras langsung berhimpun menjadi satu. Mungkin kelompok-kelompok inilah yang ingin dirangkul oleh Macron, untuk ya… perlu suara, pemerintah Prancis perlu suara menjelang pilpres ini,” ungkapnya.
Karena itulah, Rezasyah mengatakan kelompok-kelompok Islam moderat di Prancis perlu berkoordinasi dan mengenalkan Islam rahmatan lil alamin dan jauh dari kesan radikal. Macron juga perlu mengklarifikasi pernyataannya untuk menghindari benturan peradaban terjadi di Prancis.
“Dalam pandangan saya, Macron perlu menjelaskan sekali lagi apa yang dia maksud itu karena bisa-bisa mengganggu kredibilitas Prancis. Karena Islam yang sekarang (di Prancis) kan Islam (dari negara) yang pernah dijajah oleh Prancis kan, para imigran yang datang itu kan dari negara-negara yang pernah dijajah oleh Prancis,” tutur Reza.
“Nanti kalau isu ini diadu terus, bisa berkembang menjadi clash of civilization lagi. Memang untuk itu perlu dialog sekali lagi, dengan para tokoh agama,” lanjut dia.
Sebelumnya, Presiden Prancis Emmanuel Macron mengungkap rencana mempertahankan nilai-nilai sekuler di negara itu dari radikalisme Islam. Macron menyebut Islam sebagai agama yang sedang mengalami krisis di seluruh dunia saat ini.
Macron dalam pidato terbarunya menegaskan ‘tidak ada konsesi’ yang akan dibuat dalam upaya baru untuk mendorong agama keluar dari sektor pendidikan dan sektor publik di Prancis.
“Islam adalah agama yang sedang mengalami krisis di seluruh dunia saat ini, kita tidak hanya melihat ini di negara kita,” ucap Macron.
Dia mengumumkan bahwa pemerintah akan mengajukan sebuah rancangan undang-undang (RUU) pada Desember mendatang untuk memperkuat undang-undang (UU) tahun 1905 yang secara resmi memisahkan gereja dan negara di Prancis. Langkah-langkah tersebut, kata Macron, ditujukan untuk mengatasi persoalan tumbuhnya radikalisasi Islam di Prancis dan meningkatkan ‘kemampuan kita untuk hidup bersama’.
Disebutkan Macron bahwa UU itu mengizinkan orang-orang untuk menganut agama dan keyakinan apa pun yang mereka pilih, namun menampilkan afiliasi agama di luar dalam keadaan apa pun tidak diizinkan di sekolah atau layanan publik.***dtc/mpc/bs