Jakarta(MedanPunya) Bank Indonesia (BI) akan mengumumkan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) terkait suku bunga acuan siang ini, Rabu (22/5). Sebelumnya BI sudah menaikkan suku bunga ke level 6,25% pada Maret 2024 kemarin.
Ekonom Senior dan Associate Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia Ryan Kiryanto memprediksi suku bunga acuan BI siang hari ini akan tetap bertahan di level 6,25%. Sebab menurutnya tekanan global seperti isu geopolitik sudah mulai mereda.
“Sepertinya BI akan mempertahankan BI Rate tetap di 6,25%. Demikian juga dengan Lending Facility Rate dan Deposit Facility Rate. Meredanya tekanan eksternal terhadap rupiah dan terkendalinya ekspektasi inflasi ke depan tetap dalam koridor 1,5-3,5% menjadi dasar pertimbangan utama (BI rate tidak berubah),” kata Ryan, Rabu (22/5).
Di sisi lain, Ryan mengatakan penahanan suku bunga acuan BI juga didorong dengan kondisi geopolitik yang tidak mendukung bank sentral melonggarkan kebijakannya. Termasuk bank sentral AS, The Fed, yang sering jadi acuan negara lain juga masih menunda penurunan suku bunganya.
Selain itu, menurutnya kinerja perbankan dalam negeri yang cukup baik di selama sebulan terakhir (meski suku bunga acuan berada di level 6,25%) juga menjadi alasan lain untuk menahan BI Rate hingga sebulan ke depan. Artinya kecil kemungkinan BI akan menurunkan suku bunga acuannya hari ini.
“Selain itu, The Fed yang belum akan menurunkan Fed rate tetap di 5,25-5,50% dalam jangka pendek ini atau setidaknya hingga akhir tahun ini. Sektor keuangan, khususnya perbankan, juga tetap menunjukkan kinerja yang terjaga dengan baik pada level BI Rate 6,25%,” tambahnya.
Belum lagi dengan menahan BI Rate di level 6,25%, bank sentral RI ini dinilai bisa sedikit melonggarkan operasi moneter mereka di pasar uang dalam negeri. Kondisi ini juga dinilai bisa menghemat cadangan devisa negara, sehingga bisa digunakan untuk keperluan lain.
Senada dengan itu, Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede juga memprediksi Bank Indonesia akan mempertahankan BI-rate di level 6,25%. Membaiknya konflik geopolitik juga menjadi alasan penahanan BI rate bulan ini.
“Dari sisi global, kondisi pasar keuangan di bulan Mei mulai menunjukkan perbaikan, didukung oleh meredanya kekhawatiran akan konflik geopolitik di Timur Tengah dan perkembangan data ekonomi Amerika Serikat, terutama tren penurunan inflasi AS,” kata Josua.
Selain itu, rupiah yang cenderung menguat sebesar 1,47% mtd (month to date) dan tingkat inflasi Indonesia pada April 2024 kemarin yang mulai menurun menjadi alasan lain mempertahankan BI Rate di 6,25%.
“Namun demikian, risiko dari eksternal dan domestik tetap ada. Secara global, sinyal bahwa The Fed tidak terburu-buru menurunkan suku bunga kebijakan FFR meskipun proses disinflasi di AS masih berlanjut. Hal ini dapat membatasi sentimen risk-on yang saat ini sedang meningkat dan dengan demikian membatasi potensi aliran modal masuk,” terangnya.
“Dari dalam negeri, penyempitan surplus perdagangan yang berimplikasi pada pelebaran defisit neraca transaksi berjalan di Q1 2024 juga menjadi perhatian. Hal ini disebabkan oleh risiko pelebaran defisit yang berlanjut di Q2 2024, terutama didorong oleh pola musiman dari puncak pembayaran instrumen keuangan Indonesia kepada non-residen di setiap kuartal kedua. Oleh karena itu, permintaan domestik terhadap US$ tetap tinggi, sehingga menimbulkan risiko terhadap stabilitas nilai tukar Rupiah,” jelas Josua lagi.
Karena berbagai faktor ini, Josua berpendapat BI hanya akan menurunkan BI-rate setelah The Fed mulai menurunkan suku bunga kebijakannya yang diperkirakan baru akan terjadi pada Desember 2024 mendatang.
“Kami memperkirakan BI akan mempertahankan BI-rate di level saat ini, di 6,25% hingga akhir 2024. Hal ini menunjukkan bahwa kemungkinan penurunan suku bunga akan terbuka pada tahun 2025” pungkasnya.***dtc/mpc/bs