Jakarta(MedanPunya) Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan inflasi negara berkembang bisa naik mencapai 8,7% pada tahun ini. Kenaikan juga bisa terjadi di negara maju dengan perkiraan 5,7%.
First Deputy Managing Director IMF, Gita Gopinath mengatakan kenaikan inflasi disebabkan karena invasi Rusia ke Ukraina hingga sanksi dari negara barat yang menyebabkan naiknya harga komoditas dunia.
“Tahun ini inflasi diproyeksikan sebesar 5,7% di negara maju dan 8,7% di negara berkembang. Secara signifikan lebih tinggi dibandingkan proyeksi kami sebelumnya,” kata Gita dalam side event G20 bertajuk ‘Strengthening Economic Recovery Amidst Heightened Uncertainty’, Jumat (22/4).
Sebelum adanya konflik Rusia dan Ukraina, Gita menjelaskan inflasi sudah meningkat secara signifikan di banyak negara. Akibat dari itu banyak bank sentral mulai memperketat kebijakan moneter.
Kebijakan suku bunga acuan diperkirakan akan naik lebih jauh sehingga menimbulkan risiko bagi negara berkembang. Kemungkinan tersebut dapat menyebabkan biaya pinjaman naik, serta adanya risiko arus modal keluar.
“Jadi Anda dapat melihat bagaimana risiko dalam situasi ini bisa menjadi kerugian. Risiko stabilitas keuangan yang timbul dari perang benar-benar menguji ketahanan sistem keuangan dan pasar sebagai perhatian nyata karena harga energi terus meningkat,” ungkapnya.
Inflasi dipandang bisa menimbulkan kerusuhan sosial di banyak negara. Apalagi masih ada risiko lain seperti varian baru COVID-19 yang muncul dan menambah kesulitan di berbagai belahan dunia.
Oleh karena itu, Gita berharap Rusia dan Ukraina bisa sesegera mungkin mengakhiri konflik yang ada. Jika semakin lama konflik berlanjut, semakin tinggi pula risiko yang akan dihadapi.
Negara-negara di dunia diminta untuk melawan inflasi seiring dengan mempertahankan pemulihan, membangun ketahanan dan meningkatkan prospek jangka menengah. Sementara untuk kebijakan moneter, bank sentral di seluruh negara diminta bertindak tegas namun tetap mengkomunikasikan tindakannya dengan efektif.
“Itu penting terutama bagi bank sentral utama agar tidak menghasilkan dampak rambatan dan guncangan yang besar di pasar keuangan,” tuturnya.***dtc/mpc/bs