Medan(MedanPunya) Setelah melakukan rapat pleno, Komisi Informasi (KI) Sumatera Utara (Sumut) memutuskan laporan soal dua komisioner diduga selingkuh tidak memenuhi unsur pelanggaran etik. Lia Anggia Nasuton sebagai pelapor, sekaligus istri dari M Syafii Sitorus menilai putusan itu prematur.
Hal itu disampaikan Anggia melalui Lely Zailani, Koordinator Tim Advokasi Pelanggaran Etik KI Sumut, tim yang dibentuk untuk mengawal laporan tersebut. Selain prematur, Lely juga menilai putusan itu seakan jeruk makan jeruk.
“Jadi kalau menurut ku ini terlalu prematur mereka bilang tidak ditemukan unsur, prematur itu putusannya, yang kedua, ini mereka jeruk makan jeruk,” kata Lely Zailani, Jumat (14/4).
Sebab menurutnya, seharusnya KI Sumut memutuskan persoalan tersebut dengan membentuk Majelis Etik, meskipun sebenarnya berdasarkan Peraturan KI Pasal 15, mereka harus terlebih dahulu melakukan rapat pleno untuk menerima atau menolak laporan. Jika putusan rapat pleno laporan itu diterima, maka akan dibentuk Majelis Etik.
Namun, menurut Lely hasil rapat tersebut terkesan tidak objektif. Karena yang dilaporkan merupakan satu bagian dari orang yang melakukan rapat pleno.
“Ini kan, sidang pleno lah mereka bertiga katanya kan dari lima (komisioner), yang bersidang mereka sendiri, yang disidang mereka sendiri, ya pastilah keberpihakan, mereka kan kolektif kolegial,” ujarnya.
“Salu lagi, kalau kita bicara soal integritas, ini kan ada conflict of interest, karena mereka sendiri yang dilaporkan, dugaannya ada hubungan khusus dengan komisioner, lalu integritasnya dimana kalau mereka melihatnya biasa-biasa aja,” imbuhnya.
Seharusnya menurutnya Lely, KI Sumut membentuk Majelis Etik yang terdiri dari unsur akademisi, praktisi, dan tokoh masyarakat, sesuai dengan Peraturan KI Pasal 12. Jika Majelis Etik yang memutuskan tidak ada unsur, maka pihaknya akan menerima putusan itu karena independen.
“Makanya yang paling pas untuk membuktikan apakah laporan itu betul atau enggak ya memang harus bentuk Majelis Etik, biar Majelis Etik yang bersidang yang menentukan, jadi kalau kata Majelis Etik nanti nggak ada pelanggaran, oke kita terima,” ucapnya.
Di akhir, Lely mengaku ragu ke KI Sumut soal putusan sengketa informasi selama ini jika cara memahami peraturan seperti itu. Ia mengaku sedih melihat cara kerja KI.
“Kalau awaklah yang menjadi masyarakat Sumut, kalau begini cara kerjanya KI Sumut ini, awak pun jadi ragu ini sama putusan-putusan mereka selama ini dalam memutuskan sengketa informasi publik yang lain, kalau begini cara memahami peraturan, ngeri juga, kalau kek gini ini kita jadi ragu ini, integritasnya nggak ada ini, jadi sedih melihatnya KI begini cara kerjanya,” tutupnya.
Sebelumnya, KI Sumut telah melakukan rapat pleno terkait 2 komisionernya yang dilaporkan selingkuh. Dalam rapat pleno itu diputuskan tidak ditemukan unsur pelanggaran etik sehingga KI Sumut tak membentuk majelis etik.
Ketua KI Sumut Abdul Haris Nasution mengatakan keputusan itu diambil setelah dilakukan klarifikasi terhadap Lia Anggia sebagai pelapor dan M Safii Sitorus sebagai terlapor. Pihaknya melakukan klarifikasi pada 6-10 April lalu terhadap Lia Anggia dan M Safii Sitorus. Rapat pleno tersebut dilaksanakan, Selasa (11/4).
“Keputusan kami ambil setelah melakukan klarifikasi terhadap pelapor dan terlapor serta bukti yang diserahkan oleh pelapor, di mana klarifikasi dilakukan 6 April hingga 10 April 2023 dan pada 11 April dilakukan rapat pleno sehingga kami menyimpulkan tidak ditemukan unsur pelanggaran kode etik maka majelis etik tidak perlu dibentuk,” kata Abdul Harris Nasution dalam keterangannya, Kamis (13/4).***dtc/mpc/bs