Jakarta(MedanPunya) Indonesia dikenal sebagai negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai religius. Ironisnya, korupsi di Indonesia tak pernah mengenal batas. Bahkan, uang proyek masjid hingga uang percetakan Al-Quran yang sakral turut dikorupsi.
Sebagaimana diketahui, terbaru kasus korupsi yang melibatkan mantan Gubernur Sumsel Alex Noerdin begitu menghebohkan. Bagaimana tidak, dana yang mestinya diperuntukkan untuk dana pembangunan Masjid Sriwajaya di Palembang justru dikorupsi. Pembangunan belum rampung meski dana yang dikucurkan sudah mencapai Rp 130 miliar.
Tak cuma dana pembangunan rumah ibadah saja yang dikorupsi. Dulu, ada pula kasus korupsi pengadaan Al-Quran 011-2012 dan pengadaan laboratorium komputer MTs Kementerian Agama. Kasus ini melibatkan politikus Golkar Fahd El Fouz alias Fahd A Rafiq. Fahd terbukti menerima hadiah dari tiga pengerjaan proyek di Kementerian Agama tahun anggaran 2011-2012 sebesar Rp 3,411 miliar.
Selain itu, ada pula korupsi terkait dalam penyelenggaraan ibadah haji dan menyalahgunakan dana operasional menteri (DOM). Kasus ini bahkan melibatkan Mantan Menteri Agama Suryadharma Ali. Menteri yang mestinya menjaga marwah kementeriannya itu justru terbukti melakukan tindak pidana korupsi dalam penyelenggaraan ibadah haji dan menyalahgunakan DOM. Suryadharma juga terbukti menyelewengkan dana operasional menteri Rp 1,8 miliar.
Tentu ini menjadi ironi yang begitu pedih karena korupsi di bidang keagamaan justru terjadi di negeri yang dikenal religius. Lantas, mengapa korupsi dengan objek bidang keagamaan ini bisa terjadi?
Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM, Zaenur Rohman menjelaskan korupsi merupakan kejahatan yang memang tak mengenal batas. Sebab, motif utama dari korupsi ialah memperkaya diri.
“Tindak pidana korupsi memang tidak mengenal batas ya, karena bemotif ekonomi untuk memperkaya diri, dilakukan secara sadar oleh pihak yang memiliki kekuasaan,” kata Zaenur, Kamis (23/9).
Dengan motif seperti ini, tindak pidana korupsi kadang melampaui batas-batas kemanusiaan. Inilah mengapa dana proyek kitab suci, dana haji, tanah pemakaman hingga terbaru kasus dana proyek pembangunan Masjid Sriwijaya ikut dikorupsi.
“Nah objek yang dikorupsi itu tidak ada batasnya. Kadang-kadang sampai jadi pertanyaan karena melampaui batas-batas kemanusiaan. Seperti korupsi dana bantuan bencana alam, korupsi bansos, korupsi pencetakan kitab suci, korupsi dana ibadah haji, korupsi tanah pemakaman, termasuk saat yang jadi kasus untuk pembangunan masjid,” tuturnya.
Menurutnya, korupsi berbeda dengan kejahatan lain. Sebab, pelaku kejahatan lain terkadang masing mempertimbangkan soal karma dari hal-hal yang disakralkan.
“Ini beda dengan tindakan kejahatan yang biasanya menghindari kejahatan yang bisa mendatangkan karma besar. Beda dengan korupsi yang tidak ada batas,” ungkapnya.***dtc/mpc/bs