Jakarta(MedanPunya) Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Zudan Arif Fakrullah menegaskan, ada sanksi yang menanti bagi siapapun pihak yang tanpa hak mendistribusikan dokumen kependudukan.
Sanksi tersebut diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan. Ia mengungkapkan, sanksi yang diatur di dalam beleid tersebut tidak main-main.
“Bagi pihak-pihak yang mendistribusikan dokumen kependudukan, termasuk dirinya sendiri yang memiliki dokumen kependudukan seperti foto KTP-el di media online tanpa hak, maka terdapat ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar,” kata Zudan dalam keterangan pers, Senin (17/1).
Ketentuan itu tertuang dalam Pasal 96 dan 96A UU Nomor 24 Tahun 2013. Pasal 96 menyatakan, tiap orang atau badan hukum yang mencetak, menerbitkan, dan/atau mendistribusikan blangko dokumen kependudukan dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar.
Kemudian, Pasal 96A menyatakan, tiap orang yang tanpa hak mencetak, menerbitkan, dan/atau mendistribusikan dokumen kependudukan dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar.
Pernyataan Zudan ini menanggapi ramainya bisnis digital non fungible token (NFT) di OpenSea. Diketahui, ada seorang warga yang menjual foto selfie dengan e-KTP sebagai NFT di OpenSea yang dijual dengan harga 0,234 Ethereum atau sekitar Rp 11 juta.
Bertalian dengan itu, Zudan mengingatkan masyarakat bahwa mengunggah dan menjual foto selfie dengan e-KTP merupakan tindakan yang berbahaya.
Dia mengatakan, data kependudukan warga rentan disalahgunakan untuk penipuan atau kejahatan lain oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
“Menjual foto dokumen kependudukan dan melakukan foto selfie dengan dokumen KTP-el di sampingnya untuk diverifikasi dan divalidasi tersebut, sangat rentan adanya tindakan penipuan, kejahatan oleh ‘pemulung data’ atau pihak-pihak tidak bertanggung jawab karena data kependudukan dapat dijual kembali di pasar underground atau digunakan dalam transaksi ekonomi online seperti pinjaman online,” ucapnya.
Menurut Zudan, perkembangan teknologi informasi yang begitu pesat saat ini harus diiringi dengan pemahaman soal pentingnya perlindungan data diri dan pribadi.
Era digital harus didukung oleh semua pihak untuk menuju Indonesia yang semakin kreatif, inovatif, dan hebat.
“Oleh karena itu, edukasi kepada seluruh masyarakat oleh kita semua untuk tidak mudah menampilkan data diri dan pribadi di media online apapun sangat perlu dilakukan,” ujarnya.***kps/mpc/bs