Taput(MedanPunya) Petarung Mixed Martial Arts (MMA) asal Tapanuli Utara (Taput), Sumatera Utara (Sumut), Elipitua Siregar divonis dua tahun penjara. Elipitua dihukum karena membunuh abang kandungnya.
Dilihat di Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Tarutung, Kamis (9/3). Majelis hakim menyatakan Elipitua terbukti bersalah dalam kasus pembunuhan itu.
“Menyatakan terdakwa Elipitua Siregar telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penganiayaan yang mengakibatkan kematian,” ujar hakim dalam persidangan itu.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Elipitua Siregar oleh karena itu dengan pidana penjara selama dua tahun,” sambung hakim.
Dalam putusannya, hakim menetapkan bahwa vonis yang dijatuhkan kepada Elipitua Siregar dikurangi dengan masa tahanan yang telah dilaluinya.
“Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan. Menetapkan terdakwa tetap berada dalam tahanan,” pungkasnya.
Putusan yang dijatuhkan majelis hakim sama dengan tuntutan yang disampaikan oleh jaksa penuntut umum (JPU). Sebelumya, JPU dari Kejaksaan Negeri Taput menuntut Elipitua dengan tuntutan dua tahun penjara.
Jaksa menjerat Elipitua dengan Pasal 351 Ayat 3 KUHPidana sebagaimana dalam dakwaan kedua. Adapun hal yang meringankan tuntutan itu, karena keluarga telah mengikhlaskan kematian korban.
Dalam SIPP itu, dijelaskan bahwa kasus pembunuhan itu berawal pada 15 Oktober 2022 lalu. Saat itu, Elipitua sedang minum kopi di sebuah warung yang berada di depan rumah orang tuanya di Desa Silali Toruan, Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara.
Tak beberapa lama, abang korban, Marganti Siregar datang ke warung kopi tersebut. Dia kemudian menyapa Elipitua dengan kata-kata ‘Horas dek’. Sapaan Marganti itu pun ditanggapi oleh Elipitua.
Setelah itu, Marganti menanyakan kapan Elipitua tiba di Desa Silali Toruan. Elipitua pun menjawab bahwa dirinya telah empat hari berada di kampung itu.
Saat tengah asyik bercerita, terdakwa Elipitua lalu menanyakan alasan abangnya mengusir ibu kandung mereka. Padahal menurut Elipitua, ibunya telah sakit-sakitan.
“Marganti Siregar menjadi emosi. Kemudian dengan amarah, korban mendekati terdakwa dan mendorongnya dari tempat duduk, sehingga terdakwa terjatuh ke tanah,” demikian tertulis dalam dakwaan Elipitua Siregar.
Tak terima dengan perbuatan korban, Elipitua pun mengambil sebuah gagang kampak kayu yang berada di warung tersebut. Elipitua lalu memukulkan kayu tersebut ke arah kepala belakang korban.
Pukulan itu langsung membuat korban terjatuh ke tanah dengan posisi tengkurap.
Tak hanya sampai di situ, Elipitua lalu memukul korban secara berulang ke arah punggung dan kepala hingga tubuh Marganti mengeluarkan darah.
Setelah menghabisi nyawa abangnya, Elipitua lalu berlari menuju rumahnya. Dia menemui ibunya sambil menangis.
Atas kejadian itu, Marganti mengalami luka robek di bagian kepala, retak tulang, lecet, hingga mengeluarkan sebagian jaringan otak dari celah retakan.
“Berdasarkan hasil visum, disimpulkan bahwa penyebab kematian korban yang paling memungkinkan adalah kekerasan atau rudapaksa benda tumpul berulang-ulang,” isi dakwaan itu.***dtc/mpc/bs